Kabar LPPM.Kediri. Dalam rangka memperkuat sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual khususnya di lingkungan IAIN Kediri, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) yang dikoordinir oleh LPPM menyelenggarakan Focus Grup Discussion pada tanggsl 28 Desember 2022 yang bertempat di ruang sidang lantai 3 gedung rektorat.
Agenda diskusi yang dihadiri Rektor, Wakil Rektor, Lembaga Penjaminan Mutu , Satuan Pengawas Internal, Dekan dan Direktir Pascasarjana, LPBH dan Laboratorium Psikologi. Acara FGD diawali dengan penyampaian aturan dan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi oleh Lutfi Atmasari, Ketua PSGA IAIN Kediri.
Menurut Taufik Alamin, Ketua LPPM, yang juga memipin agenda pertemuan ini menyampaikan bahwa agenda pertemuan difokuskan pada dua hal yang pertama persiapan pembentukan Dewan Kode Etik Perguruan Tinggi dan penerbitan Surat Keputusan Rektor IAIN Kediri tentang Pencegahan dan Penenganan Kekerasan di lingkungan kampus IAIN Kediri.
Kegiatan FGD ini merupakan langkah tindak lanjut setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022. PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan pendidikan yang dimaksud dalam peraturan tersebut mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Wahidul Anam, Rektor IAIN Kediri, menegaskan bahwa yang harus intensip dilakukan adalah melakukan upaya-upaya preventif seperti sosialisasi dan koordinasi yang intensif antara PSGA dan semua pimpinan fakultas dan unit di kampus ini. Tetapi jika terjadi tindak pelecehan maupun kekerasan seksual kita juga harus siap menanganinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“ IAIN Kediri tahun ini telah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Agama sebagai perguruan tinggi yang memiliki responsif gender tingkat pratama. Maka hal tersebut harus dijadikan momentum untuk menjaga dan meningkatkan situasi dan kondisi tersebut semakin baik ke depannya”lanjut Wahiul Anam.
Sementara itu Ahmad Subakir, Wakil Rektor Bidang Akademik yang juga sebagai ketua Dewan Kode Etik Perguruan Tinggi ini menyatakan kesiapannya untuk selalu berkoordinasi agar kejadian yang tidak dikehendaki dapat dicegah. Ahmad Subakir juga mengingatkan, bahwa dengan adanya PMA ini tugas utama kita bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar, tetapi lebih menekankan adanya komunikasi dan koordinasi dengan seluruh civitas akademika yaitu dosen. tenaga pendidikan dan mahasiswa.
Selanjutnya Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Muhammad Dimyati Huda, dalam diskusi tersebut juga berharap bahwa penerapan aturan tersebut jangan sampai menciderai kebebasan akademik yang selama ini menjadi roh perguruan tinggi.
“Peraturan ini harus dilaksankan tetapi jangan sampai terjadi kriminalisasi dan melanggar hak – hak kebebasan yang ada di kampus kita,” tegas Dimyati.
Dalam Peraturan Menteri Agama ini tersebut mengatur bahwa setiap satuan pendidikan harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan pendidikan juga dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.
Hal tersebut selaras dengan kegiatan yang telah dilakukan PSGA selama ini yaitu berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Kediri untuk melakukan sosialisasi kepada para guru, orang tua dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual yang ada di lingkungan pendidikan.